Video Reuni Ke 2

Januari 23, 2009

Bagian 1

Bagian 2

Bagian 3

Bagian 4

Bagian 5

Bagian 6

Bagian 7

Januari 2, 2009

Foto Selengkapnya Di Sini

Baca entri selengkapnya »

Desember 31, 2008

newyear1

REUNI 2 KECE 83 SUKSES

Desember 30, 2008

yudiSUKSES SUKSES SUKSES SUKSES SUKSES SUKSES SUKSES
BERKAT RAKHMAT ALLAH SAW, KERJA KERAS PANITIA & PARTISIPASI SEMUA REKAN-REKAN KECE 83
REUNI KE 2 KELOMPOK CEPAT ’83 SMP PPSP IKIP SURABAYA
SUKSES SUKSES SUKSES SUKSES SUKSES SUKSES SUKSES

 

bareng1
untitled-2
img_80741
photo1

photo2

photo3

photo4
Photo selengkapnya lihat di http://www.flickr.com/kece83

Agung In Action 2

Desember 1, 2008

Korupsi Reklamasi Bawean Dibongkar, Negara Alami Kerugian Rp 361,4 Juta

 

Media Bawean, 10 Juli 2008

Sumber Duta Masyarakat
GRESIK – Sidang lanjutan dugaan korupsi reklamasi Pantai Sangkapura Bawean yang digelar Pengadilan Negeri (PN) Gresik, Rabu (9/7) kian seru.

Pasalnya, Abdul Faqih dari BPKP Jawa Timur yang dihadirkan dalam sidang tersebut menyatakan, jika kerugian di proyek reklamasi Bawean itu mencapai Rp 361,4 juta.

Bahkan, di hadapan majelis hakim yang diketuai Eddy Kir Biyantoro, Abdul Faqih menegaskan kerugian negara sebesar itu berdasar analisa teknis dari tim ITS dipadukan dengan BAP dari penyidik dan kontrak kesepakatan.

Besarnya kerugian negara yang dibeber Abdul Faqih meliputi, kekurangan volume timbunan koral/pasir laut Rp 24,4 juta, kekurangan volume timbunan pedel Rp 228,5 juta, kekurangan volume pasangan batu kosong Rp 108,1 juta, kelebihan setor PPN 10 persen Rp 19 juta, dikurangi setoran atas pekerjaan fiktif Rp 7,4 juta dan pembayaran fee kepada sihabuddin Rp 7,5 juta.

Hal ini terungkap saat Abdul Faqih memberikan keterangan ahli untuk terdakwa Soemarsono (Kadis LHPE), Zainal Arifin (mantan Kasubdin Kelistrikan dan Pertambangan LHPE), Siti Kuntjarni (Kepala TU LHPE) dan dua kontraktor Idang Buang Guntur dan Sihabuddin.

Namun, keterangan Abdul Faqih yang menyebut kerugian negara itu dibantah Suyanto selaku penasihat hukum Soemarsono. Sebab, berdasar UU 15/2006 tentang BPK, disebutkan yang berhak melakukan audit dan menentukan ada tidaknya kerugian negara hanya BPK.

Ironisnya, Abdul Faqih berani menyebutkan bahwa yang dijadikan dasar adalah pasal 52,53, dan pasal 54 Kepres 103/2001 tentang susunan lembaga non departemen.

“Padahal, saat kami kaji di pasal-pasal tidak ada klausul yang menyebutkan tugas BPKP adalah melakukan audit untuk mengungkap kerugian negara,” bantah Suyanto.

Hal senada dilontarkan Agung A Widjaja, penasihat hukum Sihabuddin. Tidak tanggung-tanggung, Agung menganggap auditor BPKP tidak memenuhi syarat independensi seorang auditor sebagaimana disyaratkan dalam Standart Akuntansi Pemerintahan (SAP) dan Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) yang wajib dipedomani pemeriksa BPKP.

“Sebab, dalam mengaudit perkara ini diminta oleh penyidik sehingga secara psikologis memaksakan diri harus menemukan kerugian negara.” kilah Agung.(dik)

 

Agung In Action

Desember 1, 2008

Harian Surya Layani Gugatan Bupati Jember
Selasa, 04 Meiagung 2004 | 16:02 WIB

TEMPO Interaktif, Surabaya:Pemimpin Redaksi Harian Surya Anwar Hudijono menyatakan pihaknya siap menghadapi proses persidangan atas gugatan senilai Rp 52 miliar yang dilayangkan Bupati Jember Samsul Hadi Siswoyo kepada Harian Surya menyangkut pemberitaan korupsi yang dilakukan Pemkab Jember.

Gugatan itu telah didaftarkan pengacara Samsul Hadi, Wijono Subagyo SH dan Agung A Widjaja SH, di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (22/4) pekan lalu, sehingga kemungkinan persidangan akan mulai berlangsung pada pekan-pekan ini.

“Kami merasa sudah memenuhi prosedur jurnalistik, dalam hal liputan, konfirmasi, serta cek-ricek. Kami punya fakta-fakta seperti dalam pemberitaan itu,” ungkap Anwar saat dijumpai Tempo di kantor Surya, di kawasan Margorejo Indah, Surabaya, Selasa (4/5).

Anwar menambahkan, pihaknya juga telah menjawab keberatan Bupati dengan memberikan ruang hak jawab dengan porsi dan tempat yang sama sesuai pemberitaan sebelumnya. “Kami menganggap hak Pak Bupati untuk menggugat. Bagi kami tak ada pilihan lain, karena sudah masuk PN, gugatan itu harus dihadapi,” tukas mantan wartawan Kompas itu.

Untuk menghadapi proses persidangan, Anwar memaparkan, Surya telah mempersiapkan Tim Pembela Kebebasan Pers (TPKP) yang beranggotakan 20 orang pengacara dan didukung 31 penasihat hukum lainnya. TPKP dipimpin Direktur LBH Surabaya Deddy Prihambudi, beranggotakan antara lain Ketua Ikadin Malang Wahab Ma’ruf dari LBH Pers Surabaya.

“Berita itu sudah berimbang. Surya juga sama sekali tak berniat mendiskreditkan Bupati, apalagi sampai melakukan pembunuhan karakter,” tandas Anwar.

Ia menegaskan, Surya hanya berusaha menjalankan fungsi pers untuk ikut menyukseskan pemberantasan korupsi, serta mewujudkan pemerintahan yang bersih. “Ini bukti peran pers yang concern pada masyarakat dan moralitas. Selanjutnya, biar masyarakat yang menilai, apakah gugatan itu masih dalam batas kewajaran atau sudah di luar kepatutan.”

Namun, Anwar juga berharap dalam peradilan nanti, dapat terbuka kesempatan digunakan UU No. 40/1999 tentang Pers. “Saya berharap, pengadilan dapat menghargai UU Pers, sebagai produk pemerintah yang lex spesialis. Toh, referensinya juga sudah ada, seperti yang digunakan pada kasus Jawa Pos dan sebuah koran di Medan,” ungkapnya.

Saat Bupati pertama kali melakukan somasi kepada Surya, koran itu kemudian membuka rubrik SMS bagi pembaca yang ingin menyikapi kasus ini. “Kami juga berusaha berimbang dalam pemuatan SMS yang masuk. Saya sampaikan, SMS yang mengkritik Surya dan memuji Bupati juga harus dimuat. Tapi, kalau kemudian jumlah SMS yang membela Bupati lebih sedikit, kan saya tak bisa mengontrol,” tuturnya.

Anwar pun menekankan, Surya tak menjadi alat kepentingan siapapun dalam pemuatan berita korupsi Bupati. “Saya jamin tak ada yang mendalangi. Saya juga membantah kalau Surya dikatakan memiliki kepentingan dalam pemilihan bupati 2005. Tapi, kalau kemudian ada pihak lain yang memanfaatkan kasus ini, lagi-lagi saya tak bisa mengontrolnya,” lanjutnya.

Dalam perkara dengan No. 250/Pdt.G/2004/PN.Sby itu, ada 35 alasan gugatan yang ditujukan Bupati Jember kepada Surya. Sebagian besar menyoal pemberitaan harian asal Surabaya dengan oplah 105 ribu itu tanggal 18, 19, 20, 23, 24, 25, dan 26 Maret 2004 serta tanggal 5, 6, 7, 8, 10, dan 12 April 2004 di halaman 17 dan tanggal 11 April 2004 di halaman 5.

“Pada pokoknya menulis tentang adanya korupsi yang dilakukan penggugat mengenai pengadaan seragam dinas pegawai Pemerintah Kabupaten Jember tahun anggaran 2001, 2002, 2003, pengadaan alat-alat berat, penyimpangan proyek penganggulangan bencana alam,” tulis Wijono dalam surat gugatannya.

Menurut dia, berita-berita tersebut sudah dibantah Kepala Dinas Infokom Kabupaten Jember. Tapi, tergugat masih juga menulis hal yang sama, bahkan lebih bersifat memvonis seakan-akan korupsi benar-benar terjadi. “Seakan-akan telah pula ada perkara di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur terhadap diri penggugat,” katanya. Padahal, menurut Wijono, hingga didaftarkannya perkara ini di PN Surabaya, tidak ada perkara sebagaimana yang dimaksud.

Wijono menyebutkan, kliennya juga sudah menyampaikan hak jawab atas dasar Pasal 5 ayat (2) UU No. 40/1999 tentang Pers. “Hak jawab tersebut dimuat oleh tergugat di halaman yang sama pada tanggal 13 April 2004,” akunya. Namun, Wijono menganggap, pemuatan hak jawab yang hanya sekali, jelas tidak seimbang dengan berita-berita yang mendiskreditkan penggugat.

Wijono berasumsi, akibat pemberitaan tersebut nama baik Bupati Jember jatuh di hadapan keluarga dan 2,1 juta penduduknya. Ujung dari 35 alasan gugatan tadi adalah tuntutan ganti rugi immateriil Rp 50 miliar dan materiil Rp 2 miliar. Ia juga menuntut agar tergugat membayar uang paksa Rp 1 juta per hari serta memohon sita jaminan atas gedung di Jalan Raya Margorejo Indah Blok D-108, Surabaya.

Agus Raharjo – Tempo News Room

AGUNG BERBAGI

November 12, 2008

agung11

Pertanyaan:

Saya seorang suami, pekerjaan swasta, beragama Islam, beberapa tahun belakangan ini istri saya menderita sakit sehingga tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri, sehingga saya berniat untuk beristri lagi (poligami). Persyaratan apa saja yang harus saya penuhi untuk dapat beristri lebih dari satu?

 

Achmad J.S.

Sidayu, Gresik

jawaban:

Saudara Achmad yang saya hormati, sebagaimana kita ketahui, prinsipnya ajaran Islam tidak melarang poligami. Memang ada syarat-syarat tertentu misalnya harus bisa bertindak adil. Namun hukum negara kita prinsipnya menganut asas monogami.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu kita telaah pasal-pasal dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan beserta peraturan pelaksanaannya dan Kompilasi Hukum Islam ( KHI ). Pasal 3 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan berbunyi: “Pada asasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami “. Namun pada ayat 2 diberikan pengecualian sebagai berikut: “Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan “. Demikian pula dalam pasal 56 ayat 1 KHI yang berbunyi: “Seorang suami yang hendak beristri lebih dari seorang (poligami) harus mendapat izin lebih dahulu dari Pengadilan Agama”. Prosedurnya adalah dengan mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama setempat yang memuat identitas lengkap, alamat pemohon dan termohon (istri), serta alasan-alasan saudara untuk beristri lebih dari satu orang, dan tuntutan yang diminta. Atas permohonan saudara, Pengadilan Agama akan memeriksa hal-hal sebagai berikut:

  1. Ada atau tidak alasan untuk berpoligami, mi salnya: istri tidak dapat menjalankan kewajiban nya sebagai istri; istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; istri tidak dapat melahirkan keturunan.
  2. Ada atau tidak per-setujuan dari istri (secara tertulis atau lisan di hadapan hakim).
  3. Ada atau tidak kemam-puan suami untuk menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak (misalnya: dengan memperhatikan slip gaji dari perusahaan tempat anda bekerja).
  4. Ada atau tidak jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak (dengan membuat pernyataan atau janji mengenai hal itu).

Apabila syarat-syarat tersebut dipenu hi, maka pengadilan akan memberikan keputusan berupa izin untuk beristri lebih dari seorang.(*)

Kenangan di Masa SMP

November 4, 2008

Gara-gara di-telpon terus sama Joedi dan ditagih iuran buat Reuni Kece83 SMP PPSP IKIP Surabaya oleh Pipit sang Bendahara reuni, memoriku langsung terbuka atas  kenangan yang telah aku lewati lebih dari 20 tahun yang lalu. Maklum, 20 tahun dan pengalaman hidup berpindah-pindah di berbagai tempat dan berbagai macam teman hampir saja mengubur memoriku tentang PPSP dan masa remajaku. Ya…PPSP, Proyek Perintis Sekolah Pembangunan yang terdiri dari SD, SMP. Dan SMA. Kenangan yang aku tulis ini hanya beberapa yang masih bisa aku ingat, paling berkesan, atau paling konyol yang pernah aku lakukan dalam hidupku di masa-masa pubertas-ku SMP. Masa dimana gejolak jiwa, ke-aku-an, jati diri, romantika, dan darah muda berkecamuk menjadi satu yang menciptakan perilaku-perilaku yang agresif, egois, romantis, dan konyol.

 

Kenapa SMP PPSP ?

Ketika lulus SD di Margorejo IV Surabaya, tidak ada bayangan samasekali aku mau masuk ke SMP mana? Selain kami adalah keluarga urban dari Malang yang tidak punya saudara di Surabaya, samasekali tidak ada referensi sekolah negeri favorit di Surabaya waktu itu dari teman-teman di kampung-ku Jemur Sari. Sangat dimaklumi karena aku tinggal di kampung yang sedikit kumuh yang dihuni kebanyakan oleh kaum rendahan dimana banyak juga yang sekolahnya hanya cukup sampai SD saja.

 

Aku mesti harus sekolah di SMP Negeri…. iya..sekolah negeri…karena orang tuaku adalah pegawai negeri….jaman segitu terlalu mahal untuk sekolah di swasta. Akhirnya, aku hanya ikut saja sama kakakku Tri yang lebih dulu sekolah di SMP PPSP IKIP Surabaya angkatan masuk 80. Setelah lulus SD, dengan berbekal ijazah dengan nilai biasa-biasa saja datanglah aku ke SMP PPSP IKIP Surabaya untuk mendaftar. Walah…lah koq yang daftar juga banyak dan diantar masing2 oleh orang tuanya atau kakaknya, sementara dengan santainya daku datang sendiri…maklum udah biasa mandiri dari kecil..he…he…Yang paling ingat waktu daftar itu adalah seorang yang kurus tinggi diantar sama kakaknya….test masuknya dan juga mejanya di belakangku…yang akhirnya diterima juga di SMP PPSP IKIP Surabaya bersama aku, dan kukenal dengan nama Mohammad Hatta….wah punya teman wakil presiden nih.

 

Kelas VIa

 

Hari pertama masuk SMP aku dimasukkan ke kelas VI. Hah.. aneh bin ajaib, udah lulus SD kelas VI koq balik kelas VI lagi. Setelah masuk dan tanya teman-teman ternyata kelas VI tuh sama dengan satu SMP karena SD PPSP hanya sampai kelas V dan dilanjutkan SMP kelas VI (curang ya yang sekolah di SD PPSP…curi umur 1 tahun). Aku lupa dulu kelas ‘a’ kayaknya (memoriku udah lupa). Mulai sekolah agak canggung juga karena modelnya berbeda dengan di SD negeri atau SMP negeri. Di PPSP pakai system modul yaitu setiap mata pelajaran dibagi beberapa bab dimana setiap bab dibagi beberapa modul, setiap modul ada materi dan lembar tes dimana masing-masing murid harus belajar sendiri di kelas dan bila selesai harus mengerjakan tes sendiri (tidak harus bersama-sama). Yang sudah selesai duluan, bila cukup waktu maka oleh guru diberi modul selanjutnya…begitulah seterusnya. Beruntung juga teman-teman yang pernah sekolah di SD PPSP karena sudah terbiasa. Beberapa teman yang masih kuingat dari kelas VIa ini selain yang tetap satu kelas dengan aku di KeCe adalah Riad Zulkarnain (yang Arab itu) dan Ratna Suhartati (yang mantan-nya Kompol Dudek….ih…masih SMP koq udah pacaran..he..he..), selain itu teman2 kelas VIa udah pada hilang dari memoriku.

 

Dikelas VIa ini aku masih pergi-pulang ke sekolah naik sepeda pancal, sehingga sekolahku aku plesetkan dengan PPSP (Pulang Pergi Sepeda Pancal). Satu kenangan yang masih ingat jaman sekolah naik sepeda pancal ini adalah Aku, Joedi, Walujo ….bersepeda ria sepulang sekolah ke rumah Iwed di Prapen…dan Wiwid di Rungkut Harapan….wuh jauhnya….masih banyak rawa-rawa waktu itu…masih dusun banget..he..he….tapi gak papa…makan rujak di rumah Wiwid…lumayan…

 

Kelas VI begitu aja aku jalani, pada akhir semester-1 dilakukan psikotest pada semua murid kelas-VI. Aku sendiri tidak tahu buat apa waktu itu? Ternyata pas semester-2 aku dimasukkan ke kelas “e” yang ternyata  dinamakan Kelompok Cepat.

 

Satu kelebihan dan kebanggaan sekolah di  SMP PPSP IKIP Surabaya waktu itu bagi aku adalah kebebasannya….dimana rambut gondrong tidak ada masalah sementara SMP negeri lain melakukan aturan yang ketat. Di masa-masa puber-ku dengan gejolak ke-aku-an dan jatidiri aku pelihara rambutku, jaman segitu rambut gondrong adalah salah satu trendsetter remaja yang baru tumbuh, sehingga sudah biasa ada cerita-cerita razia rambut di sekolah-sekolah. Tapi di SMP PPSP samasekali tidak ada razia. Bayangin baru kelas 1 SMP rambut-ku udah mulai gondrong…ha…ha….teman-teman sekampung di Jemur Gayungan jadi agak segan sama aku..he…he…dipikir aku preman….padahal kalau lagi tawuran kabur duluan. Atau kalau lagi jalan-jalan di Kota baik Toko Buku, Siola, atau Mitra…anak SMP Negeri lain yang pada culun-culun (pakai seragam, sabuk hitam, sepatu hitam, kaos kaki putih, rambut rapi) pada heran ngeliatin aku yang masih SMP tapi jauh dari penampilan mereka…ha….ha….bangga-nya waktu itu (maklum lagi mencari jati diri di masa puber).

 

Kelas VIe

Semester II kelas VI, aku bersama teman-teman yang lolos seleksi Psikotest dijadikan dalam satu kelas Kelompok Cepat, kalau gak salah kelas VIe. Disini berkumpul murid-murid yang berasal dari kelas sebelumnya dan mempunyai otak encer…(katanya?!). Berarti termasuk aku dong…he..he…

 

Dalam kelompok cepat bebannya lebih berat, karena punya target harus lulus SMP dalam waktu 5 semester dimana normalnya dikelas yang lain (regular) adalah 6 semester. Setiap hari setiap pelajaran setiap modul harus dikebut….waduhhhh …pusinggggg……., gimana gak pusing…..karena kebiasaanku remajaku yang malas belajar dirumah ……cangkruk pinggir jalan…nongkrong…dan malah mulai kenal rokok (Rokok Djarum Super yang pertama kali aku hisap)…..musik rock/heavy metal (Queen adalah group rock pertamaku, Judas Priest heavy metalnya, Bob Marley reggaenya, atau Genesis progressive-nya)….…main karambol…skak….gitaran sampek malam dengan teman-teman kampungku hampir tiap hari aku jalani. Kalau malam minggu…biasa kita ngamen dulu…dan hasilnya buat beli rokok.

 

Pernah aku ngamen sama teman-temanku di daerah Gayung Kebonsari (Injoko biasa kami menyebutnya). Pas lagi ngamen disatu rumah, satu temanku Agus yang petik gitar, sementara aku dan satu teman lain Brohim bagian nyanyi, selesai satu lagu (lagunya Doel Sumbang seingatku)…pintu penghuni rumah terbuka dan keluarlah seorang cewek mau kasih duit….daku kaget dan langsung sembunyi di balik tembok pagar rumah sebelahnya….setelah cewek itu masuk…2 temanku bertanya…Ndra, kenek opo singitan koen?Aku jawab: Isin rek  lek ketemon, cewek iku mau koncoku sekolah…jenenge Evie Yuniati…langsung pada ketawa kwakkk…kwkk….

 

Untungnya di kelas VIe(Kelompok Cepat) ketemu sama teman-teman yang pinter-pinter dan rajin-rajin, jadi setidaknya strategiku kalau ada PR bisa datang pagi-pagi ke sekolah dan nyontek kerjaan teman-teman. Mulai dari yang paling pinter Gamantyo (yang sekarang jadi Profesor), Danang (si raja minyak), Hatta (bapak dosen) atau minimal nyontek kerjaan Joedi (siraja Power Plant). Tapi paling sering adalah nyontek hasil PRnya temen yang cewek-cewek, sampai gak inget siapa aja saking banyaknya. Gak tahu ya? Mereka pada kasih contekan kalau aku minta, karena takut sama aku karena aku preman atau karena naksir aku karena ganteng aku tidak tahu…ha…ha…ha

 

Oh ya, dikelas VIe ini aku sudah malas pergi-pulang ke sekolah naik sepeda pancal. Sudah mulai naik Bis Kota sehingga pada masa ini sekolahku aku plesetkan dengan PPSP (Pulang Pergi Seratus Perak) karena ongkos bis kota waktu itu 50 perak sekali jalan. Satu kenangan yang masih ingat jaman sekolah naik Bis Kota adalah seringnya aku gak ditarik ongkos sama kondekturnya…he…he…lumayan buat beli rokok. Takut kali sama aku…dipikir premannya Jemur….maklum aku orangnya kecil…tapi rambutnya gondrong…. Atau kalau bisa bangun pagi biasanya aku naik mobil jemputan TNI AL atau PAL yang gratis.

 

Beberapa teman dari kelas lain yang regular baik yang mantan kelas VIa maupun bukan juga masih akrab2 aja dengan aku, karena di SMP PPSP setiap ganti pelajaran bukan gurunya yang datang, tetapi muridnya yang pindah kelas mendatangi ruang dan gurunya. Jadi ada kelas khusus Matematika, kelas Bahasa Indonesia, kelas Biologi, dan lain-lain. Pada saat perpindahan kelas itulah kita-kita saling sapa dengan teman-teman kelas lain atau saling lirik dengan cewek-ceweknya….he..he….

 

Satu kelebihan lainnya di SMP PPSP IKIP Surabaya adalah kalau Jum’at dan Sabtu pulang jam 10.15 pagi, sehingga selepas sekolah hari Sabtu aku biasa ke Pusat Kota rame-rame naik bis kota dengan teman-teman yang rumahnya tidak diseputar sekolah. Paling sering adalah nonton bioskop student show  kalau gak di Presiden, Ria (udah tutup ya), Aurora, atau Mitra, nyari-nyari kaset rock terbaru, atau kalau gak punya duwit paling2 baca2 buku di Gramedia atau Sari Agung….dan konyolnya sering juga ‘klepto’buku di  Sari Agung (astaghfirullah)…sepurane yo Sari Agung.

 

Dan pengalaman yang masih aku ingat selagi jalan-jalan di pusat kota adalah adanya komunitas para Gay di Surabaya yang ternyata sudah lama lebih dari 20 tahun yang lalu (meskipun baru gempar dan terbuka setelah kasus pembunuhan berantai Ryan di Jombang tahun 2008 ini). Di Siola, di Bis Kota, di Mitra, bahkan di kampus IKIP seringkali ada cowok/laki2 yang senyum-senyum, menyapa, bahkan nampang (menarik perhatian) di depanku. Waktu itu aku pikir dia orang gila atau apa? Atau mereka kira aku ini cewek kali karena panjang rambutku? Namun setelah beberapa kali nemuin orang-orang seperti itu, baru aku sadar kalau mereka adalah kaum lelaki yang mempunyai kelainan seksual yaitu senang kepada sesama lelaki alias Gay. Mungkin mereka naksir aku karena aku ganteng kali…he…he….(GR). Alhamdullillah…daku selamat dari fitnah para Gay.

 

Kelas VII?? Aku lupa kelas A, B, atau C??

 

Kelas VII adalah cukup berat bagi aku, karena pelajaran atau modul2nya harus semakin dikebut, sementara aktivitas luarku dengan teman-temanku di kampung semakin banyak apalagi tahun 83 itu mulai maraknya konser-konser dan festival rock di Surabaya baik Tambaksari, Taman Remaja, ataupun GoSkate, hampir tiap malam minggu ada aja konser yang aku datangi dengan teman-teman kampungku. Banyak pengalamanku di masalah ini baik dikejar polisi, dikejar anjing pelacak, atau digebukin panitia konser karena sering maunya masuk gratisan dengan menjebol pintu, memanjat pagar stadion tambaksari, atau rame-rame masuk tanpa tiket. Gak tahu kenapa bisa berani waktu itu?, pengaruh psikologi massa atau karena pengaruh “kopi arab” he…he…

 

Sementara dengan teman-teman sekolah juga sering keluar main selepas sekolah baik nonton bioskop, cangkruk di Mitra, muterin Pasar Genteng, nonton Video Konser (lagi booming waktu itu), mancing di kampus ITS (yang akhirnya jadi tempat kuliahku), dan aktivitas2 lain.

 

Dengan cara sekolah dan belajar yang tidak banyak berubah, aku jalani masa kelas VII  seperti air mengalir begitu saja…alhamdulillah aku bisa naik ke kelas VIII dengan selamat sentosa. Itupun setelah dengan satu pengorbanan yang cukup berarti bagi jati diri remajaku yaitu hilangnya mahkotaku. Hal ini berawal dari ancaman pak Bari (guru ketrampilan elektronika) yang tidak mau memberi nilai ketrampilan elektronikaku apabila tidak mau potong rambut yang lagi gondrong2nya waktu itu.

 

Setelah diancam begitu, pulang sekolah mampir ke Pasar Wonokromo, dengan perasaan dongkol aku potong rambutku yang panjang seindah gadis sunsilk….namun masih aku sisakan kuncir panjang (yang lagi ngetrend waktu itu). Pas masuk pelajaran ketrampilan lagi, pak Bari senyum2 karena aku sudah potong rambut. Tetapi..setelah pelajaran dimulai dan aku, Danang, dan Joedi lagi asyik dengan ketrampilannya…pak Bari merogoh leherku dan menemukan kuncir panjang yang masih tersisa….terus tertawa dan kembali ke ancaman semula. Dengan perasaan dongkol lagi waktu itu, pulang sekolah mampir ke Pasar Wonokromo lagi ketempat cukur yang sama buat botakin seluruh rambut. Hilanglah mahkota-ku….hiks..hiks….(maafkan daku pak Bari atas kebandelanku saat itu). Pak Bari senang waktu itu aku sudah potong rambut sampai gundul, tetapi guru-guru yang lain pada gregetan he…Pak Thamrin yang komen kalau ada murid yang baru keluat Sel, bu Joko yang tarik nafas dalam-dalam lihat pola tingkahku…dan bu Susi yang menahan senyum..he..he..

 

Tapi gak papalah…karena ibu2 gurunya masih sayang sama aku he..he..seperti Bu Susi…yang suka langsung membetulkan pekerjaan modul Bahasa Indonesia yang salah, padahal temen2 yang lain selalu dibalikin dan suruh betulin sendiri bila salah…sampai2 Joedi jelous ama aku…he…he…atau Bu Joko….yang sering memanggil aku ke ruangannya untuk menasehati dalam segala tingkah laku dan penampilanku…terimakasih nasehatnya Bu.

 

 

Kelas VIII?? Aku lupa kelas A, B, atau C??

 

Kelas VIII adalah yang paling berat bagi aku, karena pelajaran atau modul2nya harus semakin dikebut untuk menyelesaikan hanya 1 semester saja untuk melanjutkan ke SMA. Sementara kegemaranku dengan dengerin musik2 rock sangat intensif baik dari kaset-kaset yang aku beli sendiri semisal Deep Purple, Def Leppard, Genesis, Pink Floyd (mulai gemar dengan Progressive Rock) atau tukar/pinjem dengan teman2 sesama penggemar rock seperti Danang dan Partomo, kalau sama Joedi jarang pinjem…kayaknya kesukaannya keroncong deh….ihh…

Dengan cara sekolah dan belajar yang tidak banyak berubah, aku jalani masa kelas VIII  dan ikut Ujian …alhamdulillah aku bisa naik ke kelas IX atau lulus dari SMP dengan aman. Kehebohan terjadi dikampungku…karena diawal Semester II tahun 1985 masuk sekolah dengan pakai Celana Panjang….pada kaget dan tanya….aku wis SMA rekkk

 

Seperti biasa sebagaimana umumnya akhir dari jenjang sekolah adalah perpisahan. Meskipun sebagian besar teman-temanku di Kelompok Cepat masih meneruskan di sekolah yang sama yaitu SMA PPSP IKIP Surabaya dikelas yang sama yaitu kelas IX, namun perpisahan tetap dilakukan. Waktu itu acaranya adalah ke Bali…aku lupa tanggal berapa…yang jelas kita naik Bis ke Bali….Ternyata itulah pengalamanku satu-satunya ke Bali, karena hingga sekarang ini aku tidak pernah ke Bali lagi meskipun traveling adalah hobiku. Karena sudah cukup lama sekali, jadi tidak banyak yang aku ingat selama di Bali, hanya kekonyolanku bersama teman-teman saja yang masih ingat sampai sekarang.

 

Perpisahan di Bali

Seperti biasa kalau di Bali, urutan tempat wisata yang dikunjungi sudah standard mengikuti travel yang menjadi guide-nya. Kalau gak salah waktu itu mulai dari Gua Gajah, Celuk, Sangeh, Bedugul, Besakih, Tampak Siring, dan terakhir di pantai Kuta. Biasa kalau di tempat wisata selalu bersama temann-teman. Mulai dari Gua Gajah ketemu dengan rombongan anak SMA Negeri 1 Cepu. Biasa…mata remaja lelaki yang jelalatan, meskipun baru lulus SMP, gak peduli rombongan lain sudah lulus SMA (3 tahun diatasnya) yang penting ada yang bening atau manis….say hello-lah. Dan kebetulan anak SMA Cepu itu ada 1 cewek yang manis…he..he…

 

Karena paket wisata sekolah, biasanya sebentar aja di masing-masing tempat wisata. Masuklah kita ke Bis menuju tempat selanjutnya, dan ternyata di Celuk ketemu lagi….di Sangeh ketemu lagi (disamping ketemu Monyet juga)…..jodoh nih yee…he…he…Pas sampai Bedugul ketemu lagi….lah ini konyolnya…teman-teman kayaknya naksir cewek itu tapi gak berani  deketin, kenalan, atau say hello. Akhirnya di tempat parkir bis Bedugul sebelum pergi aku datangi cewek itu sebelum dia masuk bis, kenalan, dan aku ajak foto bareng. He…he…teman-teman pada lari kenceng ikutan foto…ha…ha…beraninya rame-rame kayak iklannya rokok Sampoerna aja….(Kejadian yang sama terulang waktu perpisahan SMA di Sarangan). Setelah foto-foto kita masuk bis dan melanjutkan ke tempat selanjutnya, di Tampak Siring ketemu lagi, di Besakih ketemu lagi, dan terakhir di Pantai Kuta ketemu lagi. Wah ini tempat rekreasi  terakhir rombongan SMP PPSP IKIP Surabaya. Setelah itu kita baru terfikir kalau belum tahu alamat atau nomer kontak-nya nih cewek (saya udah lupa namanya), waktu mau cari lagi ternyata dia sudah masuk bis dan bisnya keluar dari tempat parkir pantai Kuta. Karena sudah sore, bis kita juga keluar dari Kuta….eh…jodohnya koq bisnya anak SMA Negeri 1 Cepu itu dan bis kita SMP PPSP IKIP Surabaya berhenti di pompa bensin yang sama untuk isi Solar….jodoh lagi nih.

 

Atas desakan teman-teman yang naksir tapi malu …aku beranikan diri datangi cewek itu di Bis-nya (Bonek rek—suroboyo…). Gimana gak bonek…didalam bis itu khan penuh dengan teman-teman-nya dia baik cewek maupun cowok, jangan-jangan ada pacar-nya lagi. Aku masuk dan cari tuh cewek trus minta alamatnya dan say goodbye – sampai jumpa lagi…kali aja. Ternyata temen2nya baik cowok atau cewek pada diem aja..takut kali sama aku yang meskipun baru lulus SMP tapi berambut gondrong…ha…ha…..jangankan Cepu…Surabaya aja kagak ada anak SMP yang gondrong kecuali Sekolah Teknik di daerah Bronx nya Surabaya (Sidotopo-Perak). Sayangnya meskipun sudah aku usahain dapetin alamat rumahnya, temen-temenku yang naksir tapi malu  tidak ada yang mau follow-up.

Jakarta, 4 Nov 08 oleh Indra J

Rencana Reuni Ke-II

November 1, 2008

Kelas Kelompok Cepat di SMP PPSP IKIP Surabaya tahun ajaran 1983 (Kece 83) adalah kelas akselerasi yang diselenggarakan dengan percepatan waktu tempuh pendidikan tingkat menengah pertama selama 5 semester. Kelas yang terdiri dari 51 siswa-siswi ini menjadi sangat istimewa karena masa itu adalah masa remaja yang penuh dengan gejolak, kreativitas, pengembangan kepribadian siswa menuju kedewasaan pola pikir dalam meraih impian cita-cita di masa depan. Persatuan dan kekompakan yang tercipta menjadi motor kebersamaan yang sangat indah saat itu.

Seiring suratan takdir yang telah digariskan Sang Maha Pencipta, perjalanan hidup ke-51 siswa-siswi Kece 83 dalam meraih cita-citanya, mau tak mau memisahkan ruang dan waktu kebersamaan yang pernah terukir. Kini, tak terasa telah 25 tahun terlalui dan berbagai cerita perjalanan hidup serta kesuksesan tiap siswa-siswi Kece 83 teraih sudah.

Dan sebagai ungkapan rasa syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa sekaligus dalam rangka mengumpulkan rekan-rekan siswa-siswi Kece 83, yang tersebar di seluruh pelosok tanah air guna saling melepas kangen dan transfer informasi, maka diselenggarakan REUNI KE 2 KECE 83 TAHUN 2008.

 

Reuni ke 2 Kece 83 tahun 2008 ini akan diadakan pada MINGGU, 28 DESEMBER 2008 pukul 08.00 – 15.00 WIB.

 

Tempat kegiatan Reuni ke 2 Kece 83 tahun 2008 adalah:

Ciputra Golf, Club & Hotel

Jl. CitraRaya Utama, CitraRaya

Surabaya 60219

Indonesia

Tel: +62 31 7412555

Fax: +62 31 7414622

 

Susunan PANITIA

  

Ketua : Joedi Boediarto

Wakil Ketua : dr. Arma Roosalina

Sekretaris : Dra. Titris Hariyanti Utami

Bendahara : Aprilina Pitra Ardiati, SH

Sie Konsumsi : drg. Ida Sulistyowati, Enny Kusrini, SE Ak

Sie Acara : Widya Rahmani, SPd, Atika Dewi, AMd

Sie Perlengkapan : Ir. Walujo Adji

Sie Transportasi : Drs. Erwan Yunianto, ST

Sie Dokumentasi : Agung Achmad Widjaya, SH

 

 

 

SEKRETARIAT

1. Joedi Boediarto

    Jl. Delta Raya III No. 15

    Deltasari Baru, Sidoarjo

    HP: +62 8123043018

    Email: joedi_boediarto@yahoo.com

 2. Dra. Titris Harianti Utami

     Jl. Ketintang Madya II No. 35    

     Ketintang, Surabaya

    Tlp: +62 31 70441215

    Email: titris_99@yahoo.com

 

Ir Gamantyo Hendrantoro MEng Phd, Usia 37 Tahun Jadi Guru Besar

Oktober 31, 2008

Salah satu dari dua guru besar ITS (Institut Teknologi Sepuluh Nopember) Surabaya di Graha ITS Sukolilo hari ini adalah Ir Gamantyo Hendrantoro MEng Phd. Dia berusia 37 tahun. Cukup membanggakan karena belum banyak guru besar berusia muda di Indonesia.

 

http://www.jawapos.com/metropolis/index.php?act=detail&nid=23142RUMAH Nomor 15 Blok U Kompleks Perumahan Dosen ITS itu tampak berbeda dari rumah-rumah sekelilingnya. Modelnya minimalis dengan cat pink. Itulah rumah Gamantyo Hendrantoro. ”Saya Senin kemarin drop, kecapekan, terpaksa pergi ke UGD dan tidak bisa memberikan orasi ilmiah,” katanya lantas tersenyum. ”Tapi, dalam pengukuhan besok (hari ini, Red) saya akan datang,” lanjut calon guru besar itu.ngurusnya sama repotnya dengan mantu,” katanya.pingin jadi insinyur yang pandai memasak,” sambungnya.ngurus,” kata pria murah senyum itu.progressive rock dan menjadi anggota Indonesia Progressive Society (IPS). Gamantyo juga pernah menjadi panitia dalam acara progressive rock yang diadakan mahasiswa ITS.postdoctoral,” tuturnya.chatting dengan orang-orang dari Indonesia. Salah satunya Endang yang juga sedang kuliah di Australia.ya di ITS sini,” katanya.

Sebuah lemari penuh buku mendominasi ruang tamu. Gamantyo duduk di sisi kiri sofa, mengenakan kemeja cokelat muda. Wajahnya pucat. Sesekali keringat dingin mengalir di dahinya.

Mengurus berbagai hal terkait pengukuhannya itulah yang membuat Gamantyo kelelahan. ”Maklum, acara seperti ini

Dia menganggap biasa saja keberhasilannya menjadi guru besar di usia muda. ”Waktu kecil saya tak pernah bercita-cita menjadi guru besar. Saya hanya

Tambahan keinginan pandai memasak karena dia melihat salah seorang teman ibunya yang tinggal sendiri dan harus memasak sendiri. Cita-cita jadi insinyur sudah tercapai. Memasak? ”Meski tidak terlalu ahli, kalau sekadar masak biasa saja saya bisa,” ujarnya.

Pengukuhan hari ini, diakuinya, tak terlepas dari kerja keras sang istri, Endang Widjiati. Sebagai ilmuwan, Gamantyo terlalu sibuk melakukan penelitian sehingga hampir-hampir tak sempat mengurusi pengangkatannya sebagai guru besar. ”Istri sayalah yang mengurus semuanya,” ungkapnya. Cara itu dinilai sangat efektif sehingga perlu ditularkan kepada teman-temannya. ”Kalau mau cepat memang harus diuruskan. Biasanya profesor-profesor itu lama diangkat karena tidak sempat

Menjadi guru besar bukanlah tujuan akhir Gamantyo. ”Justru ini batu pijakan untuk mengabdi lebih baik lagi,” katanya. Sebab, dosen itu punya tiga pekerjaan, mengajar, meneliti, dan melakukan pengabdian masyarakat. ”Mumpung masih muda, kita masih punya banyak waktu dan ide untuk melakukan ketiganya sehingga bisa meraih gelar dengan cepat,” ungkapnya.

Pria kelahiran Jombang itu memang sosok dosen tulen. Hidupnya seakan tak pernah lepas dari buku dan belajar. Yang baru mengenalnya, tak akan mengira bahwa dia penggemar lagu-lagu rock eksperimental.

Koleksinya penuh dengan lagu-lagu jenis itu. Termasuk, koleksi lagu gamelan eksperimental. Salah satu komposer eksperimental favoritnya adalah Wayan Sadre dari Solo.

Tak sebatas koleksi, dia bahkan ikut dalam komunitas

Begitu cintanya dengan hal-hal yang berbau progresif dan eksperimental, guru besar ini punya sebuah milis tentang rock progresif. Alamatnya, prog-rock@yahoogroup.com.

”Kalau tidak ada halangan, saya mau memutar salah satu koleksi gamelan eksperimental di acara pengukuhan,” katanya sambil menunjukkan salah satu koleksinya.

Gamelan eksperimental yang ingin diputar nanti dimainkan Jaduk Ferianto, Sapto Raharjo, dan Robert Macht. Gamantyo mengaku menyukai segala hal yang berbau eksperimental karena mampu memberinya inspirasi. ”Lagi pula para komposer tersebut sangat kreatif,” katanya.

Gamantyo berhasil menggapai guru besar di usia muda karena hampir selalu masuk kelas percepatan. Pendidikan formalnya dimulai di TK Pertiwi Surabaya pada 1976. Pria kelahiran Jombang 11 Nopember 1970 itu hanya satu tahun duduk di bangku TK.

Dia kemudian masuk SD PPSP IKIP pada 1977. Di SD ini dia selalu juara di kelasnya. Di bangku SMP dan SMA, Gamantyo mengikuti kelas percepatan. Masing-masing jenjang dia tempuh dalam 2,5 tahun. ”Jadi total saya hanya menempuh lima tahun untuk menyelesaikan SMP dan SMA,” terangnya.

Lulus SMA, dia mendaftar di Teknik Elektro ITS lewat jalur PMDK. Dia belajar di kampus itu sejak 1987 sampai 1992. Pada tahun terakhir, dia mendapat beasiswa STAID dari PT PAL. Beasiswa itu membiayai satu tahun terakhir kuliahnya. Syaratnya, jika lulus dia harus bekerja di PT PAL.

”Saya tidak ingin bekerja di sana, jadi ya saya kembalikan (beasiswanya, Red.). Saya lebih memilih menjadi dosen di ITS,” ujarnya.

Begitu lulus, putra ketiga pasangan (alm) Djoko Moesono dan Sri Retnaningdyah itu memang langsung diterima sebagai dosen di jurusan elektro. Salah satu faktor dia diterima sebagai dosen karena IPK-nya yang terbilang tinggi, 3,56.

Setelah bekerja tiga tahun, dia mendapat beasiswa Asian Development Bank (ADB) untuk melanjutkan S-2 di Kanada. ”Saya mengambil Master of Engineering in Electrical Engineering, Carleton University,” ujar Gamantyo.

Pria berperawakan kalem itu menyelesaikan studi dua tahun. Setelah lulus S-2 dia sempat pulang ke Indonesia untuk melihat keluarga. Saat itu ayahnya mulai sakit-sakitan. Setelah ayahnya meninggal, Gamantyo kembali meneruskan kuliah.

Dia mendapat beasiswa yang sama dan kuliah di tempat yang sama. Program doktornya ini dia selesaikan pada 2001. ”Namun, saat itu saya tidak langsung pulang. Saya tinggal setahun lebih lama sebagai peneliti

Di tahun itulah Gamantyo berkenalan dengan Endang Widjiati, istrinya sekarang. Saat itu di waktu-waktu senggang dia selalu

Karena mendalami bidang serupa, elektro, keduanya merasa cocok. Pertemuan pertama terjadi di Jakarta ketika dia pulang dari Kanada. ”Saat itu dia menjemput saya di bandara,” ungkapnya, tersipu.

Mereka menikah pada 20 Juli 2003. Gamantyo memboyong istrinya ke Surabaya. ”Sebenarnya dia bekerja di Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (BPPT) di Jakarta, tapi minta mutasi ke BPPT di Surabaya, tepatnya

Gamantyo tak hanya cepat menyelesaikan studi. Dia juga punya segudang prestasi. Antara lain, mendapatkan R.F. Chinnick Scholarship Award, di Telesat Kanada pada 2000. Setahun kemudian dia meraih Post-Graduate Award for Research Excellence dari Canadian Institute for Telecommunications Research (CITR).

Dia juga meraih Young Scientist Award dari International Union of Radio Science (URSI) pada 2005. Pada tahun yang sama dia meraih gelar Dosen Berprestasi Terbaik III Tingkat Nasional dari Depdiknas. (cfu)